Liputan6.com, Kendari - Fahry Syahban, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 19 November, Kolaka, Sulawesi Tenggara, meninggal dunia saat menyusun tugas skripsi pada Juli 2017 lalu.
Setelah seharian bergulat dengan tugas akhirnya, anak kedua dari empat bersaudara itu mengeluh sakit di dadanya. Kemudian dia pun dilarikan ke rumah sakit.
Sempat dirawat semalam, Fahry tak mampu bertahan. Esoknya, mahasiswa yang dikenal humoris oleh rekan-rekannya itu mengembuskan nafas terakhir.
Kepergian Fahry masih menyisakan mimpi yang belum tercapai, yakni menjadi seorang sarjana hukum.
Padahal, lima bulan setelah dia wafat, tepatnya Kamis, 14 Desember 2017 ini, mahasiswa angkatan tahun 2013 itu bisa diwisuda bersama 230 orang rekannya.
Kedua orangtuanya, Budi Rosadi dan Andi Sukma Dewi hanya bisa pasrah. Mereka tidak bisa melihat keceriaan anaknya menggunakan toga, meski mereka tahu sang anak sudah bersusah payah menyelesaikan studinya.
Fahry Syahban sudah menyelesaikan skripsinya. Hanya, dia belum mengikuti ujian. Namun, kampus tempat Fahry menimba ilmu itu memberikan kebijakan agar Fahry bisa mendapatkan ijazah.
Toga di Atas Nisan Fahry
Siang itu, Kamis, 14 Desember 2017, belasan sahabat Fahry Syahban berbaur bersama ratusan peserta wisuda lainnya di Universitas 19 November Kolaka.
Begitu rangkaian acara yang berlangsung hampir setengah hari itu usai, para wisudawan pun bubar.
Tidak demikian dengan belasan rekan Fahry Syahban. Lokasi kuburan Fahry Syhaban menjadi tujuan mereka setelah wisuda di kampus selesai.
Dengan membawa skripsi, selempang dan topi toga, mereka mendatangi kuburan rekan mereka.
Tujuan mereka untuk melakukan prosesi wisuda untuk rekannya, Fahry Syahban. Diawali dengan membaca doa, sejumlah mahasiswa kemudian memakaikan topi
toga di atas pusara Fahry. Sebuah selempang dari kain hitam bermotif kuning bertuliskan Fahry Syahban SH (Sarjana Hukum) juga diletakkan memanjang di atas kuburannya.
Setelah itu, sebuah buku mirip skripsi bertuliskan Alumni 2017 diletakkan di atas kuburan Fahry Syahban sebagai penanda. Setiap rekan-rekannya lalu
mengucapkan selamat kepada pemuda yang semasa hidupnya menyukai model cukuran plontos itu.
"Kita tidak sangka dia meninggal, padahal sementara susun skripsi dan hampir selesai semua, takdir menjawab lain," ujar Rahmat Suyuti, sahabat Fahry Syahban.
Menurut Rahmat, Fahry Syahban merupakan rekan yang baik dan suka melucu, sehingga sulit dilupakan. Tidak hanya itu, Fahry dikenal mudah bergaul.
Namun, rekan-rekannya ikhlas melepas Fahry karena mereka yakin jika Tuhan sudah berkehendak, maka manusia hanya bisa menerima.
"Kita juga ketemu orangtuanya setelah wisuda, kita salami. Orangtuanya juga sedih, tapi mau diapakan lagi," Rahmat Suyuti memungkasi.
0 komentar:
Posting Komentar