MIKISLOT

testing-selesai

Minggu, 31 Desember 2017

Harapan Penjual Terompet di Tengah Kabar Penularan Difteri



Harapan Penjual Terompet di Tengah Kabar Penularan Difteri Rudi, salah satu pedagang terompet di Pasar Baru, Jakarta Pusat, sedang merapikan dagangan. (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rudi melambaikan tangannya sambil beranjak dari bangku plastik merah yang sudah terkoyak setengah. Dia melemparkan senyum dan menawarkan berbagai jenis terompetnya kepada salah satu pengunjung Pasar Baru yang ingin membeli terompetnya.

"Terompetnya bu, terompet untuk tahun baru, Rp15 ribu saja," ujarnya penuh semangat.

Tak lama kemudian, pengunjung itu hanya melihat-lihat terompet dagangan dan batal membeli. Rudi kembali duduk di kursi plastik itu.


"Sampai jam 12.00 WIB baru laku dua terompet saja mas, sepi nih beberapa hari ke belakang, biasanya ramai kalau mau dekat tahun baru," ujar Rudi saat CNNIndonesia.com berkunjung ke lapaknya di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (30/12).

Selama tiga tahun belakangan ini, Rudi nyambi berdagang terompet. Dia menjajakan terompet hanya pada waktu-waktu tertentu, terutama tahun baru. Sehari-hari dia berdagang aneka tas di Pasar Baru.

Rudi asli Jakarta. Dia berusia 30 tahun. Tahun ini, dia berjualan sejak tanggal 22 Desember hingga 2 Januari mendatang. Harga terompet yang dijualnya bervariasi mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu per buah.

Terompet tersebut beraneka ragam, mulai dari terompet tiup yang terbuat dari plastik hingga terompet yang diisi gas.

"Satu buah terompet untungnya Rp4.000," kata Rudi.

Tahun ini, penjualan terompet turun. Rudi mengaku hanya bisa menjual terompet per harinya paling banyak 5-8 terompet. Tahun lalu, dia berhasil mendapatkan uang hingga Rp300.000 hingga Rp400.000 per hari.

"Pada waktu tahun baru lalu, barang dagangannya pernah hampir laku habis, tapi dari tanggal 22 kemarin sepi mas," keluhnya.

Rudi mengaku tak tahu banyak tentang kabar beredar di media sosial yang menyatakan penyakit difteri bisa menular melalui terompet. Dia hanya khawatir bila kabar tersebut akan memengaruhi orang untuk membeli terompet.

"Iya saya takut lah, pendapatan takut berkurang, soalnya kan ini penyakit, takutnya nanti malah saya yang disalahin, padahal kan bisa nularnya kalau dipakai bergantian," ujarnya.

Meski begitu, Rudi yakin jumlah terompet yang terjual akan meningkat pada malam pergantian tahun nanti.

"Semoga nanti pas malam tahun baru lebih banyak yang beli, biasanya laku banyak kalau malam tahun baru tuh," ungkapnya.

Tak hanya Rudi, beberapa pedagang terompet di wilayah pasar Glodok Jakarta Barat mengeluhkan hal yang sama.

Amat (35) salah satunya. Pria asal Tambora, Jakarta Barat itu kembali menjajal peruntungan di momen tahun baru menjadi pedagang terompet musiman.

Bermodal pikulan dari kayu untuk membawa terompet, Ia kembali berjualan terompet tahun baru.

Amat mengaku sehari-harinya berprofesi sebagai tukang ojek pengkolan. Ia sudah lima tahun menjadi pedagang terompet musiman yang berjualan di sekitar pasar Glodok pada akhir tahun.

Ada bermacam jenis terompet yang dijual Amat. Ada terompet yang terbuat dari kertas dan terbuat dari plastik. Harganya bervariasi, muali dari Rp 8 ribu hingga yang paling mahal Rp 25 ribu.

Amat merasakan perbedaan penjualan terompet tahun ini dengan tahun sebelumnya.

Menurutnya, jumlah pembelian terompet di tahun ini menurun salah satu penyebabnya karena penyakit difteri yang sedang marak di Ibukota.

Saat ditanya soal penyakit difteri yang bisa menular melalui terompet, Amat sudah mengetahui hal tersebut. Amat mengaku kaget ketika pertama kali mendengar kabar tersebut.

"Saya sudah tahu berita itu, saya kaget juga dengar kabar itu, bisa jadi berdampak gara-gara kabar itu penjualan jadi turun kali nih," ungkapnya.

Sejak tanggal 24 Desember lalu berjualan terompet, Amat mengaku per harinya mendapatkan omzet hanya sebesar Rp80.000 hingga Rp100.000. Turun drastis dari tahun lalu yang bisa mendapatkan omzet per hari hingga Rp500.000.

"Per hari kadang bisa menjual 6 sampai 7 terompet, kalau tahun lalu bisa jual sampai 20-30 terompet," ujarnya.

Meski penjualan cenderung menurun, Amat masih punya asa agar dagangannya habis terjual hingga malam tahun baru nanti.

"Namanya juga pedagang musiman, berarti ini rezeki setahun sekali, semoga pas malam tahun baru nanti terjual habis," tuturnya.

Terkait kabar penyakit difteri tersebut, Amat meminta kepada pemerintah segera menemukan solusi yang tepat agar penyakit tersebut bisa dihilangkan dan tak merugikan pedagang kecil seperti dirinya.

"Saya mah berharap pedagang kecil kaya kita ga dirugikan, pemerintah bisa antisipasi (penyakit difteri) biar kita juga ga dirugikan," harapnya.

Tak hanya Amat, Surya (27) juga mengeluhkan hal yang sama.

Pria asal Cirebon, Jawa Barat itu sudah 4 tahun menjadi pedagang terompet musiman di wilayah Pasar Glodok. Surya mengaku sehari-harinya sebagai pedagang keliling yang berjualan aksesoris wanita.

Surya mengaku omzet penjualan terompetnya menurun. Tahun ini ia mengatakan hanya mengantongi omzet Rp50.000 sampai Rp100.000 per harinya.

"Turun banget, tahun lalu sehari bisa 200 ribu dapat lebih," katanya.
 
Penyakit Difteri Masih Menghantui
Ia mengatakan faktor utamanya lesunya penjualan terompet karena penyakit difteri. Ia sendiri sudah mendengar kabar tersebut.

Surya mengaku heran dengan penyakit difteri yang bisa ditularkan melalui terompet. Pasalnya, ia baru mengetahui hal tersebut pada tahun ini. Sedangkan pada tahun lalu tak santer isu penyakit difteri hingga ke telinga pedagang terompet.

"Perasaan dulu enggak ada penyakit ginian (difteri), enggak sampai terompet bisa jadi penyebab penularan penyakit ini deh, kan tahun ini aja ramainya" ujarnya.

Meski demikian, Surya meminta pemerintah dengan cepat menuntaskan wabah penyakit difteri hingga tak ada pihak yang dirugikan seperti pedagang terompet.

"Ya pemerintah harusnya bisa menuntaskan penyakit itu, kan ini kita juga yang rugi," pintanya.

Kementerian Kesehatan secara resmi menyatakan bahwa penggunaan terompet yang secara bergantian berpotensi terjadinya penularan penyakit difteri.

Kemenkes mengatakan penularan penyakit difteri biasanya terjadi melalui percikan ludah. Oleh karena itu, penularan difteri melalui terompet dimungkinkan terjadi, karena percikan ludah dapat keluar saat seseorang meniup terompet.

Meski begitu, pihak Kemenkes menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu takut bergantian meniup terompet apabila telah diimunisasi difteri.

0 komentar:

Posting Komentar