Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Rusia telah sepakat melakukan imbal beli dalam pengadaan peralatan pertahanan keamanan, yaitu pesawat Sukhoi SU-35.
Saat ini pemerintah masih menunggu respons Rusia soal pengajuan komoditas pertanian yang dijadikan bahan barter pesawat tempur tersebut.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya telah memberikan daftar komoditas yang akan dibarter dengan Sukhoi kepada Rusia.
Sehingga tinggal menunggu jawaban soal apa saja yang dibutuhkan Rusia dalam barter ini.
"Kita sudah kasih daftarnya kepada Rostec (Rusia), tinggal tunggu dari mereka untuk duduk dan didiskusikan," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Menurut Enggar, pihaknya melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) telah mengajukan sejumlah komoditas pertanian. Tidak hanya itu saja, bahkan kerupuk pun dijadikan komoditas untuk bisa dibarter dengan Sukhoi.
"Banyak sekali mulai dari crumb rubber, CPO, furnitur, alas kaki, tekstil, creker, sampai kerupuk juga. Tentu kita tidak menspesifik kerupuknya, tetapi snack dan barang makan lain.
Kita serahkan pada mereka, kita mau ada added value. Kita duduk," kata dia.
Selain dengan Rusia, lanjut Enggar, terbuka kemungkinan Indonesia juga akan melakukan imbal beli alat utama sistem senjata (alutsista) dengan negara lain.
Namun, hal tersebut tergantung kebutuhan dari Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Semua alusista (yang dibutuhkan), itu kan ada di Undang-Undang (UU). (Negara lain?) Tanya ke Kemhan," tandas dia.
Indonesia dan Rusia sepakat melakukan imbal beli dalam pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan (alpalhankam) berupa pesawat tempur Sukhoi SU-35.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, kesepakatan antara kedua negara ini ditandatangani pada 10 Agustus 2017.
“Dengan imbal beli ini, Indonesia dapat mengekspor komoditas yang sudah pernah diekspor maupun yang belum diekspor sebelumnya,” ujar dia.
Pemerintah Indonesia berkeinginan membeli pesawat SU-35 dari Rusia dengan nilai US$ 1,14 miliar. Pembelian pesawat ini untuk menggantikan pesawat F-5 guna meningkatkan pertahanan dan keamanan di dalam negeri.
Dalam UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, pada Pasal 43 ayat 5 (e) dinyatakan bahwa setiap pengadaan Alpalhankam dari luar negeri wajib
disertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset minimal 85 persen dimana Kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35 persen.
Karena pihak Rusia hanya sanggup memberikan Kandungan Lokal dan Ofset sebesar 35 persen berupa alih teknologi, pendidikan latihan terkait perawatan dan pemeliharaan pesawat Sukhoi, maka Indonesia menegaskan kembali jika
pembelian SU-35 ini dibarengi dengan kegiatan imbal beli yang nilainya 50 persen nilai kontrak.
Pemerintah Indonesia membeli SU-35 dari Rusia dan Rusia sebagai negara penjual berkewajiban membeli sejumlah komoditas ekspor Indonesia.
Dengan skema imbal beli itu, Indonesia mendapat potensi ekspor sebesar 50 persen dari nilai pembelian SU-35.
“Persentase dalam pengadaan SU-35 ini yaitu 35 persen dalam bentuk ofset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli.
Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar US$ 570 juta dari US$ 1,14 miliar pengadaan SU-35,” jelas Enggar.
Pihak Rostec, kata dia, juga diberikan keleluasaan untuk memilih calon eksportir sehingga bisa mendapatkan produk ekspor Indonesia yang berdaya saing tinggi.
“Mekanisme imbal beli ini selanjutnya menggunakan working group yang anggotanya berasal dari Rostec dan PT PPI," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar